BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dewasa ini
kesadaran akan lingkungan sudah meningkat. Perubahan pada tingkat masyarakat
memunculkan kesadaran baru tentang pentingnya melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR).
Pemahaman ini memberikan pedoman bahwa korporasi bukan lagi sebagai entitas
yang hanya mementingkan dirinya sendiri atau mengasingkan diri dan lingkungan
masyarakat di tempat mereka bekerja, melainkan sebuah usaha yang wajib
melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya. Masalah pencemaran memang sudah banyak menarik
minat, mulai lapisan bawah sampai lapisan atas. Setiap Pemerintah Daerah
mewajibkan pembuatan instalasi pengolahan limbah kepada pimpinan industri di
daerahnya, bahkan sudah ada yang diajukan ke pengadilan karena pelanggaran
limbah.
Perusahaan-perusahaan
baru pun banyak
yang tumbuh dan berkembang di sekitar masyarakat. Dan tidak sedikit pula yang
merugikan masyarakat sekitar karena limbah yang dihasilkan tidak diolah atau
dibuang sebagaimana mestinya.
Pembangunan
yang dilakukan besar-besaran di Indonesia dapat meningkatkan kemakmuran namun
disisi lain hal ini juga dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan
hidup. Dampak yang diakibatkan dari pencemaran lingkungan yang disinyalir dari
buangan proses sebuah industri mengakibatkan rusaknya ekosistem (pencemaran
terhadap ikan dan air) serta mengakibatkan sejumlah penyakit di masyarakat
sekitar.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa yang Anda ketahui tentang PT
Freeport Indonesia?
2. Apakah PT Pupuk Kaltim sudah menjalankan
CSR dengan baik?
3. Bagaimana CSR yang diterapkan oleh Nokia Mobile Phone Indonesia?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui PT
Freeport Indonesia
2. Untuk mengetahui CSR yang dijalankan
oleh PT Pupuk Kaltim
3. Untuk mengetahui CSR yang diterapkan oleh Nokia Mobile Phone Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Apa yang Anda ketahui tentang PT
Freeport Indonesia?
1. Tentang PT Freeport Indonesia
PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan
Copper & Gold Inc..
PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap
bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran
tinggi di kabupaten Mimika, provinsi Papua,
Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga,
emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
2. Sejarah PT
Freeport Indonesia
Awal mula PT Freeport Indonesia
berdiri, sesungguhnya terdapat kisah perjalanan yang unik untuk diketahui. Pada
tahun 1904-1905 suatu lembaga swasta dari Belanda Koninklijke Nederlandsche
Aardrijkskundig Genootschap (KNAG) yakni Lembaga Geografi Kerajaan Belanda,
menyelenggarakan suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya yang tujuan utamanya
adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang konon kabarnya ada di Tanah Papua.
Catatan pertama tentang pegunungan
salju ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang dalam perjalanan dengan dua
kapalnya Aernem dan Pera ke “selatan” pada tahun 1623 di perairan sebelah
selatan Tanah Papua, tiba-tiba jauh di - pedalaman melihat kilauan salju dan
mencatat di dalam buku hariannya pada tanggal 16 Februari 1623 tentang suatu
pegungungan yang “teramat tingginya” yang pada bagian-bagiannya tertutup oleh
salju. –Catatan Carsztensz ini menjadi cemoohan kawan-kawannya yang menganggap
Carstensz hanya berkhayal.Walaupun ekspedisi pertama KNAG tersebut tidak
berhasil menemukan gunung es yang disebut-sebut dalam catatan harian Kapten
Carstensz, inilah cikal bakal perhatian besar Belanda terhadap daerah Papua.
Peta wilayah Papua pertama kali dibuat dari hasil ekspedisi militer ke daerah
ini pada tahun 1907 hingga 1915. Ekspedisi-ekspedisi militer ini kemudian
membangkitkan hasrat para ilmuwan sipil untuk mendaki dan mencapai pegunungan
salju.
Beberapa ekspedisi Belanda yang
terkenal dipimpin oleh Dr. HA.Lorentz dan Kapten A. Franzen Henderschee. Semua
dilakukan dengan sasaran untuk mencapai puncak Wilhelmina (Puncak Sudirman
sekarang) pada ketinggian 4,750 meter. Nama Lorentz belakangan diabadikan untuk
nama Taman Nasional Lorentz di wilayah suku Asmat di pantai selatan.
Pada pertengahan tahun 1930, dua
pemuda Belanda Colijn dan Dozy, keduanya adalah pegawai perusahaan minyak NNGPM
yang merencanakan pelaksanaan cita-cita mereka untuk mencapai puncak Cartensz.
Petualangan mereka kemudian menjadi langkah pertama bagi pembukaan pertambangan
di Tanah Papua empat puluh tahun kemudian.
Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy
menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung bijih, lalu data mengenai
batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama bertemulah seorang Jan Van
Gruisen – Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, yang mengeksploitasi
batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan lamanya
Forbes Wilson, seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur
Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah
dasar laut. Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai
ekspedisi ke gunung bijih serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisanya serta
melakukan penilaian.
Pada awal periode pemerintahan
Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk segera melakukan berbagai
langkah nyata demi meningkatkan pembanguan ekonomi. Namun dengan kondisi
ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan, pemerintah segera
mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU
No. 1 Tahun 1967).
Pimpinan tertinggi Freeport di masa
itu yang bernama Langbourne Williams melihat peluang untuk meneruskan proyek
Ertsberg. Beliau bertemu Julius Tahija yang pada zaman Presiden Soekarno
memimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jendral Ibnu
Sutowo, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan
Perminyakan Indonesia. Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar
Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi
pertemuan yang panjang Freeport mendapatkan izin dari pemerintah untuk
meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah Kontrak Karya Pertama
Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut merupakan bahan promosi yang dibawa
Julius Tahija untuk memperkenalkan Indonesia ke luar negeri dan misi pertamanya
adalah mempromosikan Kebijakan Penanaman Modal Asing ke Australia.
Sebelum 1967 wilayah Timika adalah
hutan belantara. Pada awal Freeport mulai beroperasi, banyak penduduk yang pada
awalnya berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah sekitar tambang Freeport
sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970 pemerintah dan
Freeport secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang layak di jalan
Kamuki. Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar selatan Bandar
Udara yang sekarang menjadi Kota Timika.
Pada tahun 1971 Freeport membangun
Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan, kemudian juga membangun jalan-jalan
utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-jalan di daerah terpencil sebagai
akses ke desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan kota yang dibangun
secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama Tembagapura. Pada tahun 1973
Freeport menunjuk kepala perwakilannya untuk Indonesia sekaligus sebagai
presiden direktur pertama Freeport Indonesia. Adalah Ali Budiarjo, yang
mempunyai latar belakang pernah menjabat Sekretaris Pertahanan dan Direktur
Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an, suami dari Miriam Budiarjo yang juga
berperan dalam beberapa perundingan kemerdekaan Indonesia, sebagai sekretaris
delegasi Perundingan Linggarjati dan anggota delegasi dalam perjanjian
Renville.
3.
Investasi
·
8,6
miliar dengan perkiraan tambahan investasi sebesar USD 16-18 Miliar untuk
pengembangan bawah tanah ke depan.
·
94%
total investasi tambang tembaga di Indonesia
·
30%
total investasi di Papua
·
5%
total investasi di Indonesia
4.
Kontribusi PT Freeport
Indonesia
PT Freeport
Indonesia memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan komunitas lokal sebesar
US$7,7 miliar dalam infrastruktur selama 45 tahun di Indonesia. Berdasarkan riset yang diadakan oleh
Universitas Indonesia, sampai saat ini usaha PTFI mewakilkan 1,59% dari semua
kegiatan ekonomi di Indonesia dengan 300.000 karyawan Indonesia dan keluarganya
bergantung pada PTFI untuk kelangsungan hidup mereka. PTFI juga berkeinginan
untuk terus berinvestasi dan menjadi bagian dari Indonesia untuk jangka waktu
yang lama.
Tabel
I :
|
||
Kontribusi
|
Tahun
2012
|
Sejak
1991-2012
|
Keuntungan Langsung bagi Indonesia
(dari pajak, royalti, dividen, biaya, dan dukungan langsung lainnya)
|
USD 1 Miliar
|
USD 14,8 Miliar
|
Keuntungan tidak langsung (Gaji
dan upah, pembelian dalam negeri, pengembangan regional dan investasi dalam
negeri)
|
USD 3,1 Miliar
|
USD 22,7 Miliar
|
Tabel
II (dalam miliar dolar AS) :
|
||||||||||||||
Jenis
penerimaan
|
1992-2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
TOTAL
|
Dividen pemerintah
|
143
|
4
|
5
|
5
|
9
|
112
|
159
|
216
|
49
|
213
|
169
|
202
|
-
|
1,287
|
Royalti
|
209
|
28
|
28
|
36
|
38
|
82
|
146
|
164
|
121
|
128
|
185
|
188
|
76
|
1.428
|
Pajak dan nonpajak lainnya
|
1.284
|
161
|
161
|
294
|
213
|
686
|
1.294
|
1.425
|
1.039
|
1.013
|
1.569
|
1.993
|
904
|
12.035
|
Total
|
1.635
|
193
|
194
|
334
|
260
|
881
|
1.600
|
1.805
|
1.209
|
1.354
|
1.922
|
2.383
|
980
|
14.751
|
Kontribusi dan peranan PT Freeport
Indonesia bagi negara :
- Menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 24.000 orang di Indonesia (karyawan PTFI terdiri dari 69,75% karyawan nasional; 28,05% karyawan Papua, serta 2,2% karyawan Asing).
- Menanam Investasi > USD 8,5 Miliar untuk membangun infrastruktur perusahaan dan sosial di Papua, dengan rencana investasi-investasi yang signifikan di masa dating.
- PTFI telah membeli > USD 11,26 Miliar barang dan jasa domestik sejak 1992.
- Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, PTFI telah memberikan kontribusi lebih dari USD 37,46 Miliar dan dijadwalkan untuk berkontribusi lebih banyak lagi terhadap pemerintah Indonesia hingga lebih dari USD 6,5 Miliar dalam waktu empat tahun mendatang dalam bentuk pajak, dividen, dan pembayaran royalti.
- Keuntungan finansial langsung ke pemerintah Indonesia dalam kurun waktu empat tahun terakhir adalah 59%, sisanya ke perusahaan induk (FCX) 41%. Hal ini melebihi jumlah yang dibayarkan PTFI apabila beroperasi di negara-negara lain.
- Kajian LPEM-UI pada dampak multiplier effect dari operasi PTFI di Papua dan Indonesia di 2011: 0,8% untuk PDB Indonesia, 45% untuk PDRB Provinsi Papua, dan 95% untuk PDRB Mimika.
- Membayar Pajak 1,7% dari anggaran nasional Indonesia.
- Membiayai >50% dari semua kontribusi program pengembangan masyarakat melalui sektor tambang di Indonesia.
- Membentuk 0,8% dari semua pendapatan rumah tangga di Indonesia.
Membentuk 44% dari pemasukan rumah tangga di provinsi Papua.
JURNAL
FREEPORT
PENDAHULUAN
Kepentingan
usaha pertambangan dan pelestarian lingkungan tak ubahnya bagaikan sebuah
paradoks. Di satu sisi pertambangan dibutuhkan demi pembangunan, tetapi di sisi
lain lingkungan menjadi rusak akibat aktivitas pertambangan yang tidak menerapkan
teknologi yang ramah lingkungan bersamaan dengan pengelolaan lingkungan yang
baik.
Dampak
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan salah satunya
adalah pembuangan tailing ke perairan atau daratan. Ketika tailing
dari hasil pertambangan dibuang di badan air atau daratan limbah unsur pencemar
kemungkinan tersebar di sekitar wilayah tersebut dan dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan.
Bahaya
pencemaran lingkungan oleh arsen (As), merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium
(Cd) mungkin terbentuk jika tailing yang mengandung unsur-unsur tersebut
tidak ditangani secara tepat. Terutama di wilayah tropis dimana tingginya
tingkat pelapukan kimiawi dan aktivitas biokimia akan menunjang percepatan
mobilisasi unsur-unsur berpotensi racun. Salah satu akibat yang merugikan dari
arsen bagi kehidupan manusia adalah apabila air minum mengandung unsur tersebut
melebihi nilai ambang batas; dengan gejala keracunan kronis yang ditimbulkannya
pada tubuh manusia berupa iritasi usus, kerusakan syaraf dan sel.
Salah
satu perusahaan tambang di Indonesia yang banyak memberikan kerusakan bagi
lingkungan akibat limbah tailing-nya adalah PT. Freeport yang merupakan
tambang emas terbesar di dunia dengan cadangan terukur kurang lebih 3046 ton
emas, 31 juta ton tembaga, dan 10 ribu ton lebih perak tersisa di
pegunungan Papua.
Prediksi
buangan tailing dan limbah batuan hasil pengerukan cadangan terbukti hingga
10 tahun ke depan adalah 2.7 milyar ton. Sehingga untuk keseluruhan
produksi di wilayah cadangan terbukti, PT. Freeport Indonesia akan
membuang lebih dari 5 milyar ton limbah batuan dan tailing. Untuk
menghasilkan 1 gram emas di Grasberg, yang merupakan wilayah paling
produktif, dihasilkan kurang lebih 1.73 ton limbah batuan dan 650 kg tailing.
Bisa
dibayangkan, jika Grasberg mampu menghasilkan 234 kg emas setiap hari, maka
akan dihasilkan kurang lebih 15 ribu ton tailing per hari. Jika dihitung
dalam waktu satu tahun mencapai lebih dari 55 juta ton tailing dari satu
lokasi saja.
PT.
FREEPORT
PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper
& Gold Inc.. Perusahaan ini adalah
pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil
konstentrat emas dan tembaga terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang
Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Dalam
melakukan eksplorasi di dua tempat tersebut PT. Freeport melakukan perjanjian
kontrak sebanyak dua kali dengan pemerintah Indonesia. Perbandingan kontrak
karya I dan II adalah pada kontrak karya I luas arena kawasan pertambangan
adalah 27.000 acres (11 ribu Ha) dengan jangka waktu 30 tahun, terhitung dari
tahun 1967 sampai 1997. Fasilitas fiskalnya antara lain, pajak hariannya selama
3 tahun setelah berproduksi dan tidak ada royalti sampai tahun 1986. Kewajiban
fiskalnya yaitu, pajak penghasilannya selama tahun 1976-1983 sebesar 35% dan
pada tahun 1983-kontrak berakhir sebesar 41,75%. Sedangkan kewajiban royaltinya
sejak tahun 1986 untuk tembaga sebesar 1,5-3,5% serta 1% untuk emas dan perak.
Kepemilikannya sebesar 100% oleh pihak asing sejak tahun 1967-1986 dan 0,5%
oleh pihak pemerintah Indonesia serta 91,5 FCX pada tahun 1986 sampai masa
kontrak berakhir.
Sedangkan
pada kontrak karya ke II luas arena kawasan pertambangan adalah 6,5 juta acres
(26 juta Ha) dengan jangka waktu 30 tahun, terhitung dari tahun 1991 sampai
2021 dan kemudian diperpanjang 20 tahun hingga tahun 2041. Dalam kontrak karya
II tidak ada fasilitas fiskal, namun kewajiban fiskalnya antara lain, pajak
penghasilan 35%, pajak dividen dan interest 15%, iuran tetap untuk wilayah KK,
pajak penghasilan karyawan, PPn dan pajak barang mewah, Pajak Bumi dan
Bangunan, pungutan, pajak, beban dan bea pemda serta bea pungutan lainnya.
Kewajiban royaltinya sejak tahun 1986 untuk tembaga sebesar 1,5-3,5% serta 1%
untuk emas dan perak. Sedangkan kepemilikannya 81,28% oleh FCX, 9,36% oleh
pemerintah Indonesia dan 9,36% oleh PT. Indocopper Investama.
Dalam
sejarah dan perkembangannya, PT. Freeport Indonesia (PTFI) memulai operasional
penambangannya setelah diresmikan melalui penanda tanganan Kontrak Karya dengan
pemerintah Indonesia, yang lalu berkembang hingga konstruksi skala besar yang
lalu dilanjutkan hingga ekspor perdana konsentrat emas dan tembaga yang pada
saat itu operasional penambangan masih dilakukan di areal bijih Ertsberg. Berkembangnya industri
penambangan PTFI ini semakin melejit setelah ditemukannya cadangan – cadangan
bijih baru kelas dunia seperti Grasberg
oleh para geologist.
Namun PT. Freeport Indonesia secara langsung
telah memberikan nilai plus dalam devisa Negara Indonesia, dalam bentuk
dividend dan royalty yang besar melalui pembayar pajaknya. PTFI juga memberikan
manfaat yang tidak langsung dalam bentuk upah, gaji, dan tunjanngan serta
reinvestasi dalam negeri, pembelian barang dan jasa, serta pembangunan daerah
donasi. Berikut adalah pemegang saham yang berada di PT. Freport:
Bahan Tambang yang Dihasilkan
PT. Freport adalah:
-Tembaga
-Emas
-Silver
-Molybdenum
-Rhenium
Selama ini hasil bahan yang di
tambang tidaklah jelas karena hasil tambang tersebut di kapalkan ke luar
indonesia untuk di murnikan sedangkan molybdenum dan rhenium adalah merupakan
sebuah hasil samping dari pemrosesan bijih tembaga.
A.
Operasional Perusahaan
Dalam operasi pertambangan PT. Freeport Indonesia diterapkan 2
sistem motde penambangan yaitu Penambangan Terbuka (Surface Mining) dan
Pertambangan Bawah Tanah (Undergroun Mining).
B.
Operasional Tambang Terbuka Grasberg
Tubuh
bijih Grasberg ditambang dengan menggunakan cara penambangan terbuka, yang
cocok untuk Grasberg karena keberadaannya yang dekat dengan permukaan. Dengan
penambangan terbuka, maka dimungkinkan pengerahan peralatan berat untuk
pekerjaan tanah yang sangat besar, yang mampu mencapai tingkat penambangan yang
tinggi pada biaya satuan yang paling rendah.
Pada
tambang terbuka Grasberg digunakan peralatan shovel dan truk besar untuk
menambang bahan. Bahan tersebut termasuk klasifikasi bijih atau limbah,
tergantung dari nilai ekonomis bahan tersebut.
Alat
shovel menggali bahan pada daerah-daerah berbeda di dalam tambang
terbuka, dan memuat bahan ke atas truk angkut untuk dibawa keluar tambang
terbuka. Bijih ditempatkan ke dalam alat penghancur bijih dan diangkut ke
pabrik pengolahan (mill) untuk diproses. Batuan limbah (overburden)
dibuang dengan truk ke daerah-daerah penempatan yang telah ditentukan, atau ke
dalam alat penghancur OHS pada jalan HEAT untuk ditempatkan di Wanagon Bawah di
samping alat penimbun (stacker).
Sarana-sarana
utama yang ada pada lokasi tambang terbuka termasuk operasional kereta gantung,
bengkel-bengkel perawatan, tambang batu gamping dan pabrik pemrosesan, serta
fungsi pendukung lainnya dan perkantoran.
C.
Operasional Tambang Bawah Tanah
PTFI
menggunakan teknik ambrukan pada sistem tambang bawah tanah (Underground
Mining) , metode ini biasa disebut dengan metode Block Caving. Block Caving adalah metode penambangan yang bertujuan
untuk memotong bagian bawah dari blok bijih pada level undercut sehingga blok bijih tersebut mengalami keruntuhan.
Metode ini diterapkan terutama pada blok badan bijih yang besar karena tingkat
produksinya yang lebih tinggi. Bidang pada massa batuan dengan ukuran yang
sudah di tentukan di ledakan pada tahap level Undercut sehingga massa batuan
yang berada diatasnya akan runtuh. Penarikan bijih hasil runtuhan pada bagian
bawah kolom bijih menyebabkan proses runtuhan akan berlanjut keatas sampai
semua bijih diatas level undercut hancur menjadi ukuran yang sesuai untuk proses
selanjutnya dikirim ke pabrik pemroses (mill).
PTFI menerapkan Sistem Block Caving ini pada zona – zona tertentu antara
lain Gunung Bijih Timur (GBT), Intermediate Ore Zone (IOZ), Deep Ore Zone
(DOZ), Mill Level Zone (MLZ), East Stockwork Zone (ESZ).
D. Program-Program CSR
·
Pengembangan bisnis lokal
Pendapatan usaha kecil tahun 2012:
Rp 91,1 miliar
Pembinaan pengembangan bisnis bagi sekitar 220 usaha kecil
dan menengah serta usaha lokal dan menciptakan lebih dari 1.000 lapangan kerja
bagi masyarakat lokal.
Dana berputar dari Yayasan Bina Utama Mandiri (YBUM) pada
tahun 2012 adalah Rp 6,9 miliar. Sejak dimulai, Rp35,3 miliar dari pinjaman
usaha telah disediakan bagi 220 usaha. Pelunasan pinjaman sebesar 112%. Pembinaan dilakukan terhadap 317
nelayan di 19 desa, bekerjasama dengan Keuskupan Mimika. Produksi tangkapan
ikan 57,5 ton.
Penjualan tahunan Yayasan Jayasakti Mandiri (Peternakan Ayam
di SP IX & XII) sebesar Rp 19,9 miliar. YJM mempekerjakan lebih dari 472
pekerja dari Papua. Hingga
Desember 2012, sebanyak 227 petani mitra di 5 desa Kamoro dan 24 petani mitra
di desa Utikini Baru dan Wangirja menerima bantuan pelatihan, bibit,
pendampingan dan pemasaran produk sayuran. Sebanyak
92 petani kopi organik berpartisipasi dalam pengemangan kopi di Moenamani dan
Wamena, serta memperoleh perpanjangan sertifikasi organic dari Rainforest.
·
Program kesehatan
Penyedia layanan rumah sakit terbesar bagi komunitas Timika
dengan lebih dari 156.860 pasien rawat jalan dan rawat inap di 2 rumah sakit.
1.338.806 pasien telah dilayani di RS Mitra Masyarakat tahun 1999-2012. 303.459
pasien telah dilayani di RS Waa Banti tahun 2002-2012.
Community Public Health & Malaria Control PT Freeport
Indonesia (CPHMC-PTFI) bekerjasama dengan LPMAK, KPA Mimika dan Dinas Kesehatan
memberikan pelatihan relawan AIDS kepada 32 orang dari Tujuh Suku di SP 9, SP
12, Pomako, Nawaripi dan Kwamki Lama. CPHMC
melakukan penyuluhan dan konseling HIV & AIDS kepada sekitar 17.000 orang
dewasa dan remaja di Kabupaten Mimika serta membagikan sekitar 20.345 kondom. Jumlah peserta kegiatan sosialisasi
dan penyuluhan kesehatan tahun 2012 oleh CPHMC mencapai 130.335 dengan berbagai
topik seperti: Nutrisi, penyakit menular seksual, malaria, TB, kebersihan
lingkungan, dan kesehatan ibu & anak.
Terlibat dalam penyusunan rencana strategis kabupaten untuk
penanggulangan malaria serta rencana strategis air minum dan penyehatan
lingkungan (AMPL). Jumlah
kasus TB yang ditemukan di klinik TB yang dikelola CPHMC mengalami penurunan
sebesar 11%. Diperkirakan upaya sosialisasi pendekatan penanganan lewat DOTS
(Direct Observe Treatement Shortcourse), kegiatan pelatihan bagi 24 petugas
puskesmas, pustu dan para bidan di 6 desa, serta pelatihan penanganan pasien TB
bagi 16 kader PMO (Pengawas Minum Obat) dapat memberikan dampak positif
penanggulangan TB.
·
Program pendidikan
Pelatihan dan
pengembangan dilakukan di Institut Pertambangan Nemangkawi, yaitu pusat
pelatihan berbasis kompetensi yang menyediakan pengembangan masa magang,
khususnya bagi peserta dari Papua.
Ø siswa magang
Ø 90% siswa asli Papua
Ø 10% non-Papua
Ø 1.800 siswa sudah bekerja di PTFI
dan kontraktornya
Graduate Development Program merekrut lulusan-lulusan
terbaik Universitas. Hingga saat ini terdaftar 631 program dan 374 telah
dipekerjakan. 20% diantaranya adalah putra-putri Papua.
Sampai dengan 2012, Lembaga
Pengembangan Masyarakat Amungme & Kamoro (LPMAK) melalui dana kemitraan
telah menyediakan beasiswa bagi 8.772 pelajar. Sejak dimulainya program ini,
3.697 pelajar dari SMA sampai dengan program magister telah lulus. Pada tahun
2011, LPMAK memberikan beasiswa aktif bagi pelajar sekolah dasar sampai dengan
mahasiswa Universitas.
E.
Analisis Limbah
PT Freeport Indonesia
Sumbangan Freeport terhadap bangkrutnya kondisi alam dan
lingkungan sangatlah besar. Menurut
perhitungan WALHI pada tahun 2001, total limbah batuan yang dihasilkan PT
Freeport Indonesia mencapai 1,4 milyar ton. Masih ditambah lagi, buangan limbah
tambang (tailing) ke sungai Ajkwa sebesar 536 juta ton. Total limbah batuan dan
tailing PT Freeport mencapai hampir 2 milyar ton lebih.
Freeport
tidak memenuhi perintah membangun bendungan penampungan tailing yang sesuai
dengan standar teknis legal untuk bendungan, namun masih menggunakan tanggul
(levee) yang tidak cukup kuat. Selain itu Freeport mengandalkan izin yang cacat
hukum dari pegawai pemerintah setempat untuk menggunakan sistem sungai dataran
tinggi untuk memindahkan tailing.
Berdasarkan
analisis citra LANDSAT TM tahun 2002 yang dilakukan oleh tim WALHI, limbah
tambang (tailing) Freeport tersebar seluas 35,000 ha lebih di DAS Ajkwa.
Limbah tambang masih menyebar seluas 85,000 hektar di wilayah muara laut,
yang jika keduanya dijumlahkan setara dengan Jabodetabek. Total
sebaran tailing bahkan lebih luas dari pada luas area Blok A (Grasberg)
yang saat ini sedang berproduksi. Peningkatan produksi selama 5 tahun
hingga 250,000 ton bijih perhari dapat diduga memperluas sebaran tailing, baik
di sungai maupun muara sungai. Freeport tidak lagi menyebutkan
Ajkwa sebagai sungai, tetapi sebagai wilayah tempatan tailing yang
“disetujui” oleh Pemerintah Republik Indonesia. Freeport bahkan
menyebutkan Sungai Ajkwa sebagai sarana transportasi dan pengolahan
tailing hal mana sebetulnya bertentangan dengan hukum di Indonesia.
Freeport
mencemari sistem sungai dan lingkungan muara sungai, yang melanggar standar
baku mutu air sepanjang tahun 2004 hingga 2006. Dan yang tidak kalah parah
adalah membuang Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage) tanpa memiliki surat izin
limbah bahan berbahaya beracun. Buangan Air Asam Batuan sudah sampai pada
tingkatan yang melanggar standar limbah cair industri, membahayakan air tanah,
dan gagal membangun pos-pos pemantauan seperti yang telah diperintahkan.
Kandungan
logam berat tembaga (Cu) yang melampaui ambang batas yang diperkenankan. Kandungan
tembaga terlarut dalam efluent air limbah Freeport yang dilepaskan ke sungai
maupun ke Muara S. Ajkwa 2 kali lipat dari ambang yang diperkenankan. Sementara
itu untuk kandungan padatan tersuspensi (Total Suspended Solid) yang dibuang 25
kali lipat dari yang diperkenankan.
Sistem
pembuangan limbah Freeport mengancam mata rantai makanan yang terindikasi kewat
kandungan logam berat yaitu selenium (Se), timbal (Pb), arsenik (As), seng
(Zn), mangan (Mn), dan tembaga (Cu) pada sejumlah spesies kunci yaitu: burung
raja udang, maleo, dan kausari serta sejumlah mamalia yang kadangkala
dikonsumsi penduduk setempat. Sistem pembuangan limbah Freeport menghancurkan
habitat muara sungai Ajkwa secara signifikan. Hal ini diindikasikan oleh
peningkatan kekeruhan muara dan tersumbatnya aliran ke muara. Dalam jangka
panjang wilayah muara seluas 21 sampai 63 Km persegi akan rusak.
F.
Dampak Pencemaran Limbah P.T.
Freeport Indonesia
1. Limbah Tambang
Tailing adalah bahan-bahan yang dibuang
setelah proses pemisahan material berharga dari material yang tidak berharga
dari suatu bijih. Tailing yang merupakan limbah hasil pengolahan bijih
sudah dianggap tidak berpotensi lagi untuk di manfaatkan, akan tetapi dengan
hasil penelitian dan kemanjuan teknologi saat ini tailing tersebut masih
dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan.
Keberadaan tailing
dalam dunia pertambangan tidak bisa dihindari, dari penggalian atau
penambangan yang dilakukan hanya < 3% bijih menjadi produk utama, produk
sampingan, sisanya menjadi waste dan tailing. Secara fisik
komposisi tailing terdiri dari 50% fraksi pasir halus dengan diameter 0,075 –
0,4 mm, dan sisanya berupa fraksi lempung dengan diameter 0,075 mm. Umumnya tailing
hasil penambangan mengandung mineral yang secara langsung tergantung pada
komposisi bijih yang diusahakan.
Tailing hasil penambangan emas umumnya
mengandung mineral inert (tidak aktif) seperti; kuarsa, kalsit dan berbagai
jenis aluminosilikat, serta biasanya masih mengandung emas. Tailing hasil
penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun
seperti; Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (pb), Merkuri (Hg) Sianida (Cn) dan
lainnya. Logam-logam yang berada dalam tailing sebagian adalah logam
berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
Mineral berkadar belerang tinggi dalam tailing sering menjadi
satu sumber potensial bagi timbulnya air asam tambang.
2. Pemanfaatan
Tailing
Dengan
pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat, dan untuk memenuhi tuntutan hidup serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perlu diimbangi dengan peningkatan
kebutuhan akan perumahan, infratruktur, dan sarana penunjang kegiatan
sehari-hari seperti perkantoran, sekolah, pasar dan lainnya. Industri konstruksi
ini membutuhkan sumber daya alam yang besar seperti, pasir, gamping, alumunium,
besi dan juga kayu. Eksploitasi sumber daya alam ini akan menyebabkan rusaknya
hutan, lahan pertanian, dan tentunya berkurangnya sumber daya alam. Salah satu
upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan cara meningkatkan pemanfaatan tailing
sebagai bahan bangunan.
Pengembangan
bahan bangunan dari tailing ini selain dapat menunjang kebutuhan
pembangunan juga dapat memecahkan masalah lingkungan yang selanjutnya produk
ini dapat dikategorikan sebagai bahan bangunan ekologis
Pemanfaatan
tailing untuk bahan bangunan atau konstruksi, telah dilakukan oleh beberapa
negara termasuk Indonesia melalui penelitian-penelitian, diantaranya :
a. Tailing sebagai material konstruksi
ringan
Tailing
hasil tambang bijih porpiri di
Negara Bagian Arizona, Amerika Serikat, telah dimanfaatkan untuk membuat suatu
material konstruksi kelas ringan, yang dikenal secara umum sebagai autoclaved
aerated cement , disingkatan AAC dengan bahan baku utama silika (SiO2).
Tambang porpiri di negara bagian ini umumnya batuan induknya berupa batuan
silika, sehingga jumlah pasir silika cukup berlimpah. Ukuran butir dari pasir
silikanya bundar kecil yang pada hakekatnya setara dengan ukuran bentuk butir
silika yang di haruskan untuk menghasilkan material bangunan ringan AAC.
Material
bangunan ringan AAC dengan bahan baku pasir silika dari tailing tersebut,
mempunyai sifat sebagai isolator panas yang sangat baik, bahan kedap suara dan
material dengan kualitas yang diinginkan serta sebanding dengan material bahan
bangunan AAC yang menggunakan pasir silika yang bersumber dari bahan material
bukan tailing.
b. Bahan bangunan dan keramik
Ahli
geologi dan tambang dari tambang Idaho-Maryland, USA, menemukan suatu proses
penghalusan dari tailing atau batuan limbah dari tambang tersebut untuk dibuat
material bahan bangunan dan keramik, melalui proses CeramextTM. Poses
ini dilakukan pada tekanan pada ruangan hampa yang dipanaskan (Idaho-Maryland
Mining Corp, 2008).
c. Tailing untuk pembuatan batu bata
Di
daerah pedesaan negara Jamaica, pembangunan perumahan sangat kurang dikarenakan
mahalnya bahan bangunan. Jamaica Bauxite Institute, bekerjasama dengan
Universitas Toronto, mengembangkan bahan bangunan berupa batu bata yang murah
dengan menggunakan tailing hasil industri aluminium negeri itu (Dennis Morr and
Wesley Harley).
d. Tailing untuk pembuatan semen kekuatan
tinggi, keramik, batubata.
Pada
tahun 1990, Akademi Ilmu Geologi Cina mendirikan Pusat Teknik untuk pemanfaatan
tailing, dan merupakan yang pertama di Negeri China, untuk melakukan
penyelidikan daerah tailing yang prospek untuk dimanfaatan kembali. Lembaga ini
menganalisa sifat-sifat sumber daya dan potensi dari berbagai jenis tailing,
dan mengembangkan teknologi untuk membuat sejumlah produk-produk yang berharga
dari tailing. Produk-produk ini termasuk semen kekuatan tinggi, bahan bangunan
keramik, batu bata, dan bahan-bahan hiasan yang dibuat dari granit
(web@acca21.edu.cn).
e. Tailing sebagai campuran beton
PT
Freeport Indonesia bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung telah
berhasil membuat beton dengan bahan dasar tailing dari pertambangan tembaga,
dan emas, dan merupakan hasil penelitian beberapa tahun. Penggunaan tailing
sebagai bahan dasar pembuatan beton telah dilakukan pada tahun 2001 untuk
pembangunan jalan menuju tambang Gresberg di M.28 (foto 1), pembangunan
jembatan S. Kaoga (foto 2), dan beberapa konstruksi lainnya. Beton ini disebut
Beton Polimer dengan komposisi semen portland 29,4%, polimer 0,6 %, dan tailing
70%, dan telah memperoleh sartifikat Pengujian dari Departemen KIMPRASWIL pada
tahun 2004 (PT Freeport Indonesia, 2006). Saat ini tailing juga telah digunakan
untuk bahan bangunan untuk pembangunan perumahan karyawan.
f. Tailing untuk membuat paving block
Penelitian
yang dilakukan oleh Tim KPP Konservasi di P. Bintan, mengungkapkan bahwa
tailing hasil pencucian bauksit telah dicoba untuk dibuat bahan bangunan oleh
ex karyawan PT Aneka Tambang di P. Bintan, dan berhasil baik. Prosesnya
sederhana, tailing hasil pencucian bauksit, dicuci kembali untuk menghilangkan
sisa air laut yang terdapat pada tailing, kemudian di saring. Dengan tambahan
semen, kemudian dengan alat sederhana (foto 3) dicetak menjadi batako (foto 4),
dan paving block (foto 5). Hasil inovatif tersebut telah digunakan untuk
pembatas jalan, dan tembok pagar masjid yang terletak di komplek perkantoran PT
Aneka Tambang (foto 6). dan banyak diminati oleh rakyat setempat karena murah.
3. Overburden dan Air Asam Tambang
Overburden adalah batuan yang harus dikupas
agar bijih yang ditambang dapat dijangkau dan diolah untuk diambil logamnya
untuk keperluan komersial. Banyak logam terdapat di alam dalam bentuk mineral
sulfida. Pada saat bijih ditambang dan overburden yang mengandung
sulfida terpapar, maka reaksi air,oksigen dan bakteri alami berpotensi
membentuk asam belerang. Air bersifat asam tersebut dapat melarutkan logam yang
terkandung di dalam batuan overbuden dan terbawa dalam sistem pembuangan air,
dan apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan. Proses tersebut dikenal dengan nama air asam tambang.
Ø Cara
mengatasi overburden
Di dalam pengelolaan asam tambang
diperlukan pengawasan agar tidak terjadi penyelewengan di dalam pengelolaannya,
karena di dalam pengelolaan pada tambang ditakutkan terdapat penyelengan yang
di lakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab apalagi perusahaan sebesar
PT.Freeport. cara yang laen yaitu dengan cara menempatkan overburden
pada daerah-daerah terkelola di sekitar tambang terbuka Grasberg. Atau dengan
cara dilakukan penampung dan pengolahan
air asam tambang yang ada, bersamaan upaya proses pencampuran dengan batu
gamping dan penutupan daerah penempatan overburden dengan batu gamping
guna mengelola pembentukan air asam tambang di masa datang.
Ø Upaya Penanganan Limbah berdasarkan
Strategi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sesuai dengan maksud dari strategi
pengelolaan kualitas lingkungan adalah cara untuk menentukan kualitas
lingkungan yang lebih baik, maka ada 5 cara yang dapat dilakukan :
1) Tata Letak Lokasi Ruang
Dilihat
dari lokasi penambangan utama P.T. Freeport Indonesia Blok A Grassberg yang
berada di ketinggian 4200 m di permukaan laut. Lokasi penambangan P.T. Freeport
Indonesia adalah berupa gunung cadas yang kaya akan mineral tambang. Tetapi,
dilihat dari ketinggiannya yang berada 4200 meter di atas permukaan laut,
lokasi penambangan ini tentu saja merupakan kawasan yang ditopang oleh
ekosistem di bawahnya. Jadi, apabila kawasan ini terganggu maka akan merusak
keseimbangan ekosistem yang berada di bawahnya. Jadi seharusnya, apabila akan
dilakukan penambangan di lokasi penambangan P.T. Freeport Indonesia yang
sekarang maka harus dilakukan studi mengenai dampak kerusakan lingkungan yang
akan terjadi yang dilakukan secara komprehensif dan mendalam. Jelas, hal ini
tidak dilakukan oleh P.T. Freeport maupun oleh Pemerintah Indonesia yang dalam
hal ini sebagai pemilik wilayah.
2) Penerapan Teknologi Bersih
Tentu
sangat sulit menerapkan teknologi bersih dalam kasus P.T. Freeport. Karena
untuk menghasilkan 1 gram emas di Grassberg, yang merupakan wilayah
paling produktif, dihasilkan kurang lebih 1.73 ton limbah batuan dan 650 kg
tailing. Bisa dibayangkan, jika Grasberg mampu menghasilkan 234 kg emas setiap
hari, maka akan dihasilkan kurang lebih 15 ribu ton tailing per hari.
Jika dihitung dalam waktu satu tahun mencapai lebih dari 55 juta ton
tailing dari satu lokasi saja. Sejak tahun 1995, jumlah batuan limbah yang
telah dibuang sebanyak 420 juta ton. Di akhir masa tambang, jumlah total limbah
batuan adalah 4 milyar ton. Di akhir masa tambang ketinggian tumpukan limbah
batuan adalah 500 meter. Diperkirakan, tambang Grasberg harus membuang 2,8
milyar ton batuan penutup hingga penambangan berakhir tahun 2041.
Melakukan
efisiensi konversi bahan dalam kegiatan pertambangan merupakan hal yang hamper
mustahil dilakukan karena pada dasarnya, kegiatan pertambangan adalah kegiatan
eksploitasi sumber daya alam besar-besaran. Dalam kasus P.T. Freeport, yang
dapat dilakukan hanyalah meyimpan lapisan tanah atas (top soil) hasil
pengupasan yang dilakukan untuk mendapatkan mineral tambang (ore) di bawahnya
untuk menutup kembali dan penghijauan lokasi pertambangan yang sudah tidak
produktif lagi nantinya.
3) Sistem Pengelolaan Limbah
Sistem
pengelolaan limbah yang dilakukan P.T. Freeport Indonesia saat ini adalah
limbah batuan akan disimpan pada ketinggian
4200 m di sekitar Grassberg. Total ketinggian limbah batuan akan
mencapai lebih dari 200 meter pada tahun 2025. Sementara limbah tambang secara
sengaja dan terbuka akan dibuang ke
Sungai Ajkwa yang dengan tegas disebutkan sebagai wilayah penempatan
tailing sebelum mengalir ke laut Arafura.
Tempat penyimpanan limbah batuan
dilakukan di Danau Wanagon. Danau Wanagon bukanlah danau seperti dalam bayangan
umum. Wanagon lebih tepat disebut basin (kubangan air besar) yang terbentuk
dari air hujan. Sejak PT Freeport Indonesia (FI) menambang mineral di Grasberg
tahun 1992, Wanagon dipilih sebagai lokasi pembuangan batuan penutup
(overburden) yang menutupi mineralnya (ore).
Penggunaan Danau Wanagon menjadi
tempat penimbunan limbah batuan telah merupakan pencemaran air dan merubah
fungsi danau yang menjadi sumber air bagi masyarakat sekitarnya, seperti dari
Desa Banti/Waa. P.T. Freeport dan pemerintah Indonesia telah melanggar
peraturan yang terkait dengan pembuangan limbah tersebut ke Danau Wanagon,
diantaranya adalah :
a) UU no. 4 tahun 1982 yang telah
dirubah menjadi UU no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
b) PP no. 20 tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air.
c) PP no. 18 tahun 1994 jo PP no. 85
tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3. Dari penjelasan di atas jelas
dikatakan bahwa limbah batuan Grasberg merupakan limbah B3 karena mengandung
logam berat. Dalam pasal 3 menyatakan "Setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang
dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan bidup tanpa
pengolahan terlebih dahulu" dan pasal 29 ayat 2 menyatakan bahwa
"Tempat penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud paa ayat 1 wajib
memenuhi syarat : a). lokasi tempat penyimpanan yang bebas banjir, tidak rawan
bencana, dan di luar kawasan lindung serta sesuai dengan rencana tata ruang.
B). rancangan bangunan disesuaikan dengan jumlah, karakteristik limbah B3 dan
upaya pengendalian pencemaran lingkungan".
d) Kemudian berdasarkan PP 18 tahun
1994 jo PP 85 tahun 1999 jelas pembuangan limbah batuan yang merupakan limbah
B3 secara langsung ke Danau Wanagon merupakan pelanggaran hukum. Selain itu, penggunaan Sungai Ajkwa
sebagai wilayah penempatan tailing sebelum mengalir ke laut Arafura adalah
permasalahan lainnya. Freeport tidak
lagi menyebutkan Ajkwa sebagai sungai, tetapi sebagai wilayah tempatan tailing yang “disetujui” oleh Pemerintah
Republik Indonesia. Freeport bahkan menyebutkan Sungai Ajkwa sebagai sarana transportasi dan pengolahan tailing hal
mana sebetulnya bertentangan dengan hukum di Indonesia.
4. Pengelolaan Media Lingkungan
Pengelolaan
media lingkungan agar media lingkungan mempunyai daya dukung lebih tinggi tidak
dilakukan oleh P.T. Freeport. Penggunaan Sungai Ajkwa sebagai ADA (Ajkwa Deposition
Area) untuk mengalirkan limbah tailing sebelum dialirkan ke Laut Arafura dan
menumpuk limbah batuan (overburden) di Danau Wanagon adalah contohnya. Tanpa
melakukan modifikasi media lingkungan dan bahkan tanpa pengolahan sedikitpun,
P.T. Freeport membuang begitu saja limbah-limbah tersebut.
Sekarang, sangat sulit dan hampir
tidak mungkin untuk mengembalikan Sungai Ajkwa dan Danau Wanagon ke fungsi
ekologis seperti sediakala. Proses Sedimentasi yang terjadi di sepanjang DAS
Ajkwa dan tumpukan limbah batuan yang
berada di Danau Wanagon suddah terlalu parah. Bahkan, di Danau Wanagon saat ini
yang tersisa hanyalah batuan dan pasir. Tidak tersisa sedikitpun pemandangan
yang menunjukkan kalau tadinya Wanagon adalah suatu tempat yang mempunyai
fungsi ekologis sebagai danau.
5. Perubahan Baku Mutu
Melakukan perubahan baku mutu yang
dilakukan apabila daya dukung lingkungan yang ada tidak dapat mencerna
bahan-bahan luar atau limbah yang masuk ke dalam lingkungan tersebut. Cara ini
sudah tidak mungkin dilakukan pada kasus P.T. Freeport yang sudah sedimikian
rupa. Kandungan tembaga (Cu) serta
TSS (Total Suspended Solids) yang ada
sudah jauh melebihi batas yang diperbolehkan.
Sungai
Ajkwa Bagian Bawah (Lower Ajkwa River) mengandung 28 hingga 42 mikro gram per liter (µg/L) tembaga larut
(dissolved copper), dua kali lipat melebihi batas legal untuk air tawar di Indonesia yaitu 20 µg/L, dan jauh
melampaui acuan untuk air tawar yang diterapkan pemerintah Australia, yaitu 5,5
µg/L. Lebih jauh ke hilir, kandungan tembaga larut pada air tawar sebelum Muara
Ajkwa juga melanggar batas dengan 22 – 25 µg/L dan bisa mencapai 60 µg/L. Untuk kondisi air laut di Muara
Ajkwa Bagian Bawah, standar ASEAN dan Indonesia untuk tembaga larut adalah 8
µg/L, dan acuan pemerintah Australia adalah 1,3 µg/L. Pencemaran Freeport-Rio
Tinto di daerah ini juga melebihi batas legal: kandungan tembaga larut mencapai
rata-rata 16 µg/L dengan rentang tertinggi 36 µg/L. Batas legal total padatan
tersuspensi (total suspended solids, TSS) dalam air tawar adalah 50 mg/L.
Sedangkan tailing yang mencemari sungai-sungai di dataran tinggi memiliki
tingkat TSS mencapai ratusan ribu mg/L. Tigapuluh kilometer masuk ke dataran
rendah Daerah Pengendapan Ajkwa, tingkat TSS di Sungai Ajkwa bagian Bawah mencapai
seratus kali lipat dari batas legal. Lebih jauh ke hilir dari ADA, di Muara
Ajkwa bagian bawah, TSS mencapai 1.300 mg/L, 25 kali lipat melampaui batas.
Mutu air di perairan hutan bakau di Muara Ajkwa juga 10 kali lipat melampaui
batas legal untuk TSS di lingkungan air laut (80 mg/L), dengan TSS rata-rata
900 mg/L.
Demi
mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah di masa datang, sekali lagi
Walhi meminta pemerintah untuk melaksanakan pengambilan sampel secara berkala
dan cermat, daripada mengandalkan laporan dari perusahaan. Pemerintah juga
harus menerbitkan semua informasi lingkungan pada masyarakat sesuai
Undang-undang Lingkungan Hidup (1997). Mengkaji ulang peraturan pajak dan
royalti demi meningkatkan keuntungan bagi komunitas yang terkena dampak, propinsi
Papua, demi mengurangi beban kerusakan lingkngan sejauh ini.
Membentuk
Panel Independen untuk memetakan sejumlah skenario bagi masa depan Freeport,
termasuk tanggal penutupan, pengolahan (processing) dan pengelolaan limbah.
Kemudian pemerintah harus menyewa konsultan independen untuk mengkaji setiap
skenario dari segi sosial dan teknis secara rinci dan independen. Kajian ini
kemudian harus digunakan sebagai dasar untuk pembahasan mengenai masa depan
tambang oleh penduduk lokal dan pihak berkepentingan lainnya.
a. Pengelolaan dan Daur Ulang Limbah
Limbah,
termasuk limbah berbahaya (B3) dalam jumlah kecil, dipilah-pilah pada titik
pengumpulan asal. Pengumpulan, pengemasan, penyimpanan limbah B3 yang
dihasilkan dari pekerjaan ujicoba terhadap sampel bijih logam, laboratorium
analitis, dan proses-proses lainnya dikelola dengan menaati ketentuan
Pemerintah Indonesia. Limbah B3 dipilah dan disimpan di gudang-gudang khusus
hingga pada saatnya dikirim ke instalasi pembuangan limbah berbahaya lainnya di
Indonesia yang telah disetujui. Limbah medis dipilah dari limbah lainnya dan
ditempatkan di dalam wadah khusus untuk pemusnahan akhir pada instalasi
insinerator limbah medis bersuhu tinggi yang sudah ada izinnya dan berada di
lokasi.
b. Penutupan
Tambang
PT Freeport
Indonesia mempunyai rencana penutupan tambang yang merupakan analisa dan
strategi terbaru untuk pengelolaan penutupan. Adapun strategi penutupan yang
dianut PT Freeport Indonesia secara keseluruhan adalah mengidentifikasi,
memantau dan mengurangi dampak, baik terhadap lingkungan maupun sosial, melalui
program-program pengelolaan yang tengah berjalan selama tahapan operasional.
Hal ini guna menjamin agar proses decommissioning (penutupan kegiatan
dan sarana), reklamasi dan kegiatan pemantauan lingkungan yang diperlukan pada
saat penutupan dan bahwa selama tahapan pasca penutupan, seluruh kegiatan dapat
dikelola dengan efektif; dampak penutupan tambang terhadap ekonomi dan
masyarakat setempat dapat dikelola dengan baik, dan serah-terima setiap aset
yang tersisa, berikut pengalihan tanggung jawab atas kawasan tambang tersebut
kepada pemerintah Indonesia dapat berjalan lancar dan efisien.
c. Reklamasi
dan Penghijauan Kembali
a) Daerah Dataran Tinggi
Kajian-kajian intensif yang telah
dilakukan berhasil mengidentifikasi jenis-jenis tanaman dataran tinggi yang
dapat tumbuh subur di atas lahan reklamasi, dan penelitian saat ini dilakukan
dirancang untuk menemukan cara meningkatkan daya tahan spesies-spesies tersebut
pada kondisi yang sulit. Titik berat penelitian yang dilakukan selama tahun
2005 adalah peran iklim setempat dalam pembentukan lumut serta suksesi alami
yang cepat pada daerah penempatan akhir overburden. Adapun manfaat dari
transplantasi diamati dari keberhasilan menumbuhkan tanaman alami yang
dihasilkan dan/atau diperkenalkan lewat transplantasi pada daerah uji coba.
Spesies-spesies asli Deschampsia klossii, Anaphalis helwigii dan
berbagai herba asli terbukti dapat diprediksi dan memilih daya tahan sangat
tinggi terhadap kondisi di Grasberg, serta mampu berkembang biak secara mandiri
dan tumbuh dengan pesat di daerah tersebut.
b) Daerah Dataran Rendah
Di daerah
dataran rendah, penelitian reklamasi telah berulangkali membuktikan
keberhasilan spesies tanaman asli untuk melakukan kolonisasi secara pesat dan
alami di atas tanah yang mengandung tailing. Tanah yang mengandung tailing
sangat cocok untuk ditanami sejumlah tanaman pertanian apabila tanah tersebut
diperbaiki dengan menambahkan karbon organik. Tujuan dari program reklamasi dan
penghijauan kembali PT FI di daerah dataran rendah adalah untuk mengubah
endapan tailing pada daerah pengendapan menjadi lahan pertanian atau
dimanfaatkan sebagai lahan produktif lainnya, atau menumbuhkannya kembali dengan
tanaman asli setelah kegiatan tambang berakhir. Hingga akhir tahun 2005, 138
spesies tumbuhan berhasil ditanam di atas tanah yang mengandung tailing.
Beberapa spesies tanaman yang berhasil di uji coba hingga saat ini termasuk
tanaman kacang-kacangan penutup tanah untuk dijadikan pakan ternak; pohon-pohon
lokal seperti casuarina dan matoa; tanaman pertanian seperti nanas, melon, dan
pisang; serta sayur mayur dan bijih-bijihan seperti cabai, ketimun, tomat,
padi, buncis dan labu. Sejumlah besar spesies tanaman pangan dan buah-buahan
tersebut berhasil dipanen pada tahun 2005.
d. Pemantauan
Lingkungan
Program jangka panjang pemantauan lingkungan hidup PT FI mengevaluasi
potensi dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan, dengan secara rutin
mengukur mutu air, biologi, hidrologi, sedimen, mutu udara dan meteorologi di
dalam wilayah kegiatan. Pada tahun 2005, program pemantauan secara keseluruhan
tersebut mencakup pengumpulan hampir 7.500 sampel lingkungan hidup dan
pelaksanaan lebih 52.000 analisa secara terpisah terhadap sampel-sampel
tersebut, termasuk biologi akuatik, jaringan akuatik, jaringan tumbuhan, air
tambang, air permukaan, air tanah, air limbah sanitasi, sedimen sungai, dan
tailing.
e. Audit
Lingkungan
Sebuah audit
independen eksternal tiga tahunan terhadap lingkungan telah dilakukan oleh
Montgomery Watson Harza dalam rangka memenuhi salah satu komitmen PT FI yang
tertuang dalam dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah
disetujui Pemerintah Indonesia pada tahun 1997. Audit tersebut menyimpulkan
bahwa kegiatan pertambangan PTFI “termasuk kegiatan terbesar di dunia dengan
tingkat tantangan dan kerumitan lingkungan yang terbesar pula” dan bahwa
“praktik-praktik pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut
masih tetap didasarkan atas (dan dalam beberapa hal mewakili) praktik-praktik
pengelolaan terbaik untuk industri internasional penambangan tembaga dan emas.”
B.
Apakah PT Pupuk Kaltim sudah menjalankan
CSR dengan baik?
1. Tentang PT
Pupuk Kaltim
PT. Pupuk Kalimantan Timur
(disebut juga Pupuk Kaltim)
adalah salah satu perusahaan industri strategis di Indonesia yang didirikan
pada tanggal 7
Desember 1977 dengan lima unit pabrik Amoniak dan
lima unit pabrik Urea yang
terletak dalam satu lokasi yang terletak di Bontang, Kalimantan Timur dan merupakan anak PT
Pupuk Indonesia Holding Company
(dahulu PT Pupuk Sriwidjaja).
Sementara unit pabrik NPK tersebar di tiga kota (Bontang, Semarang, dan Surabaya),
termasuk juga produksi pupuk organik (dinamakan zeorganik) yang tersebar di
lima daerah (Demak, Banyuwangi, Parepare, Bandung, dan Lombok Timur).
2. Sejarah PT
Pupuk Kaltim
Pada tahun 1977, sebuah proyek pupuk lepas pantai dimulai
di atas dua buah kapal milik Pertamina, produsen minyak Indonesia yang
terbesar, yang kemudian menjadi awal dari berdirinya PT. Pupuk Kalimantan
Timur. Kesuksesan proyek tersebut akhirnya mengawali berdirinya sebuah pabrik
seluas 493 ha (hektar) yang tadinya merupakan area hutan yang sangat padat di
lereng perbukitan hutan Kalimantan Timur. Tepatnya pada tanggal 7 Desember
1977, PT. Pupuk Kalimantan Timur Tbk (Pupuk Kaltim) resmi berdiri. Bahan baku utama
bagi pabrik di Bontang ini adalah gas alam yang
disalurkan melalui pipa dari Muara Badak, sekitar 60 km dari lokasi pabrik.
Pada awalnya proyek Pupuk Kaltim dikelola oleh Pertamina dengan
fasilitas pabrik pupuk terapung atau pabrik di atas kapal. Karena beberapa
pertimbangan teknis maka sesuai Keppres No.43 tahun 1975 lokasi proyek dialihkan ke darat, dan
melalui Keppres 39 tahun 1976 pengelolaannya diserahkan dari Pertamina ke Departemen Perindustrian.
Tahun 1979 pembangunan pabrik Kaltim-1 mulai dilaksanakan
dan masa operasi komersial pertama kali dimulai pada tahun 1987. Pabrik
Kaltim-2 mulai dibangun pada awal tahun 1982 dan diselesaikan 3 bulan lebih
cepat dari jadwal yang ditetapkan serta berhasil mencapai masa operasi
komersial lebih cepat dari Kaltim-1, yaitu pada tahun 1984. Pabrik Kaltim-1 dan
pabrik Kaltim-2 diresmikan oleh Presiden Soeharto pada
tanggal 28 Oktober 1984.
Pabrik Kaltim-3 dibangun tahun 1986 dan diresmikan pada
tanggal 4 April 1989. Selain itu dibangun pula unit pembuatan urea formaldehyde
(UFC-85) dengan kapasitas 13.000 ton per tahun yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pupuk urea yang dihasilkan.
Pada tanggal 20 November 1996
dibangun pabrik urea unit IV (POPKA) yang bertujuan untuk meningkatkan nilai
tambah bagi Amoniak sisa (Ammonia excess) dan gas CO2 yang
terbuang ke atmosfer guna menghasilkan produk urea granul. Pabrik dengan
proyeksi kapasitas produksi 570.000 ton per tahun ini selesai pada tanggal 12 April 1999. Nilai
investasi pembangunan pabrik POPKA sebesar USD 44 juta dan Rp 139 miliar.
Pabrik Kaltim-4 mulai dibangun pada tahun 1999 dengan
proyeksi kapasitas 570.000 ton urea granul dan 330.000 ton amoniak per tahun.
Pembangunan pabrik urea berhasil diselesaikan pada pertengahan tahun 2002,
sedangkan pabrik amoniak diselesaikan pada awal tahun 2003. Pada tahun 2007,
Pupuk Kaltim membuat pabrik NPK fuse blending di Bontang untuk
memproduksi NPK dengan fosfatnya mengimpor dari Maroko.
Pabrik Kaltim 5 yang rencananya berkapasitas 1,2 juta ton
urea per tahun ini akan segera direalisasikan oleh PKT. Pabrik Kaltim-5 itu
akan menggantikan eksistensi pabrik unit pabrik Kaltim-1 yang kemungkinan akan
ditutup karena sudah tua dan kurang efisien. Untuk mendukung operasional
Kaltim-5, Pupuk Kaltim juga akan membangun pabrik amoniak berkapasitas sekitar
600.000 ton per tahun.
Saat ini Pupuk Kaltim memiliki lima buah pabrik pupuk
Urea dengan kapasitas total sebanyak 2,98 juta ton urea per tahun serta empat
buah pabrik Amoniak dengan kapasitas total sebanyak 1,85 juta ton Amoniak per
tahun. Sementara produksi pupuk NPK adalah sebanyak 350.000 ton per tahun
dengan pabriknya ada di tiga kota, yaitu: Bontang, Semarang, dan Surabaya.
3. Produk-Produk
yang Dihasilkan
Produk-produk
yang dihasilkan Pupuk Kaltim adalah sebagai berikut:
·
UREA : Adalah senyawa yang larut dalam air, CO(NH3)2, dengan sebagian besar
adalah kandungan nitrogen yang merupakan komponen utama dari urine mamalia dan
organisme lain seperti fungi, sebagai hasil akhir dari metabolisme protein.
Pupuk Urea ini diproduksi dan disiapkan dalam bentuk curah dan butiran.
·
AMONIAK : Sebuah senyawa kimia yang terbentuk dari dua gas,
nitrogen dan hydrogen dengan formula kimia NH3. Amonia digunakan sebagai bahan
baku pada produksi urea.
·
NPK PELANGI : NPK Pelangi merupakan produk baru yang ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani. Pupuk ini memiliki keunggulan seperti
meningkatkan hasil lebih dari 40%, mudah ditebar dan langsung meresap, batang
lebih kokoh dan tahan rebah, cocok untuk segala jenis tanaman, tanah menjadi
lebih subur, hara tersedia lengkap dan berimbang, terbuat dari bahan bermutu,
serta aman untuk lingkungan. NPK Pelangi dibagi menjadi 4, meliputi: NPK Pelangi MAXI, NPK Pelangi UNGGUL, NPK Pelangi PRIMA, dan NPK Pelangi SUPER
·
ZEORGANIK : Pupuk organik dari Pupuk Kaltim mengandung komponen bahan
C-organik yang berfungsi meningkatkan kesuburan tanah, juga mengandung mineral
nonorganik yang berfungsi untuk meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (kTk)
tanah, sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk nonorganik di
samping mengurangi kecepatan penguapan air dari dalam tanah.
4. Visi PT Pupuk
Kaltim
·
Terwujudnya
harmoni perusahaan dan masyarakat menuju peningkatan kesejahteraan dan
kemandirian yang berkelanjutan.
5. Misi PT
Pupuk Kaltim
- Mewujudkan keserasian lingkungan hidup secara berkelanjutan.
- Memberdayakan potensi sumberdaya menuju peningkatan kualitas hidup dan kemandirian masyarakat.
- Meningkatkan citra positif perusahaan di kalangan stakeholders.
- Membangun sinergi perusahaan dengan stakeholders untuk keberlanjutan operasional perusahaan.
6.
Program-Program
CSR
a. Bidang Ekonomi
Pupuk Kaltim menaruh perhatian besar
terhadap peningkatan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat dengan
menjalankan program-program untuk membantu pengusaha kecil dan menengah.
Program di bidang ekonomi masyarakat dijalankan
melalui Program Kemitraan.
Pemberian bantuan pinjaman modal dengan bunga ringan bagi
pengusaha kecil dan menengah, dan juga bantuan dalam bentuk hibah berupa
pelatihan-pelatihan, bimbingan teknis, bantuan alat produksi dan bantuan untuk
mempromosikan dan memasarkan produk mitra binaan.
Pada tahun 2012 pengusaha kecil yang
telah menjadi mitra binaan Pupuk Kaltim adalah sebanyak 1.032 orang sehingga
secara keseluruhan total Mitra Binaan yang sudah dibina oleh Pupuk Kaltim
hingga akhir tahun 2012 adalah 25.508 orang yang berasal dari Bontang dan juga
seluruh wilayah Pulau Kalimantan (Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat).
Rangkaian program untuk membina masyarakat pesisir,
khususnya nelayan dan keluarganya, di Bontang dan Kalimantan Timur. Bentuk
pembinaan adalah pemberian pinjaman modal usaha, bantuan fasilitas pendidikan
untuk masyarakat pesisir, bimbingan teknis, pemberian alat bantu seperti lampu
celup bawah air, mesin perahu, dan lain-lain.
b. Bidang
Pendidikan
Program ini memberi
kesempatan kepada siswa SMA/sederajat di Bontang dan Kaltim untuk mendapatkan
beasiswa penuh dan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi ternama di
Indonesia, seperti UGM, ITB, Unair, IPB, UI dan lain-lain. Seluruh biaya
pendidikan dan biaya hidup ditanggung oleh perusahaan mulai dari awal hingga
lulus. Hingga 2012, program ini telah diikuti oleh 86 siswa/siswi dari Bontang
dan Kaltim.
c. Bidang
Lingkungan
Bantuan
dalam bentuk hibah dengan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Program
Bina Lingkungan diwujudkan dalam bentuk kontribusi dibidang kesehatan,
pendidikan, bantuan bencana alam, fasilitas umum, fasilitas peribadatan dan
pelestarian lingkungan.
d. Bidang Sosial
Program
Bina Wilayah lebih banyak memberikan bantuan dalam bentuk pembinaan yang
merupakan salah satu strategi perusahaan dalam memberdayakan masyarakat (Pola
Stewardship), kegiatan seperti magang bagi tenaga pengaman, pelatihan welder
untuk masyarakat dan pelatihan menyelam bagi nelayan di Bontang merupakan salah
satu upaya perusahaan untuk mengembangkan tingkat kompetensi SDM sekitar
khususnya kota Bontang.
Melalui
dana Pembinaan Wilayah Pupuk Kaltim juga melakukan pembinaan kegiatan di bidang
olahraga dan seni budaya. Pembinaan seperti olahraga Tenis Meja (Persatuan
Tenis Meja Mandau) dan diklat Sepakbola Mandau untuk pendidikan pesepakbola
muda. Sedangkan pembinaan di bidang seni budaya setiap tahunnya Pupuk Kaltim
membina Marching Band PKT (MB-PKT) Bontang, peserta dari Marching Band Pupuk
Kaltim adalah anak-anak muda yang berada di sekitar perusahaan, melalui
pelatihan dan pengembangan potensi musik Marching Band Pupuk Kaltim telah
meraih gelar juara nasional Grand Prix Marching Band sebanyak 10 kali.
PT Pupuk Kaltim sudah melakukan program-program CSR
dengan cukup baik. PT Pupuk
Kaltim juga sangat
memperhatikan hubungan yang harmonis dengan masyarakat dan lingkungan di
sekitarnya. Kegiatan usaha Pupuk Kaltim banyak bersinggungan dengan beragam
pemangku kepentingan (stakeholder), khususnya masyarakat dan lingkungan
di sekitar perusahaan.
Pupuk Kaltim telah berkomitmen bahwa program Corporate Social Responsibility
(CSR) adalah kegiatan yang sangat penting, baik bagi kepentingan Perusahaan
maupun masyarakat itu sendiri.
Pupuk Kaltim telah melaksanakan
program CSR melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan program
CSR lainnya yang tersebar di beberapa departemen, seperti Departemen Humas,
Lingkungan Hidup, Pelayanan Umum, Rekons dan Pengadaan Jasa. Melalui
program CSR tersebut, Pupuk Kaltim senantiasa melakukan kontribusi dalam peningkatan
kesejahteraan dan kemandirian masyarakat serta ikut melestarikan lingkungan
alam sehingga tercipta harmoni antara perusahaan
dengan masyarakat buffer zone dan terciptanya corporate image
yang positif bagi Perusahaan.
C.
Bagaimana CSR yang diterapkan oleh Nokia Mobile Phone Indonesia?
1. Tentang Nokia Mobile Phone Indonesia
Nokia Corporation adalah produsen peralatan telekomunikasi terbesar di dunia serta merupakan perusahaan terbesar di Finlandia.
Kantor pusatnya berada di kota Espoo, Finlandia, dan
perusahaan ini paling dikenal lewat produk-produk telepon genggamnya. Nokia memproduksi telepon genggam untuk seluruh pasar
dan protokol utama, termasuk GSM, CDMA, dan W-CDMA (UMTS).
Nokia adalah perusahaan
yang dibangun untuk tujuan pabrik atau industri seluler. Sejarah Nokia ditemukan oleh
Fredrik Idestam untuk perusahaan mesin penggilingan bubur kayu pada tahun 1865.
Kemudian dikembangkan menjadi mesin bubur kayu dan pembuat kertas pada tahun
1920 dan merupakan pabrik pembuat kertas terkemuka di Eropa. Tahun 1950-an
chief executive officer (CEO) Björn Westerlund meramalkan, masa depan
pertumbuhan beberapa sektor ini (bubur kayu dan kertas) akan terbatas dan
sebagai gantinya dibangun sebuah divisi elektronik di pabrik kabel Helsinkii
(disini udah mulai menjurus ke seluler).
2. Penerapan CSR Nokia Mobile Phone Indonesia
Nokia Mobile Phone Indonesia,
telah memulai program pengembangan masyarakat yang terfokus pada
lingkungan dan pendidikan anak-anak perihal konservasi alam. Perusahaan ini
berupaya meningkatkan kesadaran sekaligus melibatkan kaum muda dalam proyek
perlindungan orangutan, salah satu fauna asli Indonesia yang dewasa ini terancam
punah.
Dalam penerapan CSR pada Nokia Mobile Phone Indonesia ini
masih sangat kurang, karena Nokia Mobile Phone Indonesia hanya melakukan CSR
pada lingkungan dan pendidikan saja. Padahal, perusahaan besar seperti Nokia
Mobile Phone Indonesia ini haruslah menerapkan CSR pada bidang lain juga,
misalnya pada bidang ekonomi atau kesehatan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
PT
Freeport Indonesia
adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan
Copper & Gold Inc..
PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap
bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran
tinggi di kabupaten Mimika, provinsi Papua,
Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga,
emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
PT. Pupuk Kalimantan Timur (disebut juga Pupuk
Kaltim) adalah salah satu perusahaan industri strategis di Indonesia yang didirikan
pada tanggal 7
Desember 1977 dengan lima unit pabrik Amoniak dan
lima unit pabrik Urea yang
terletak dalam satu lokasi yang terletak di Bontang, Kalimantan Timur dan merupakan anak PT
Pupuk Indonesia Holding Company
(dahulu PT Pupuk Sriwidjaja).
Sementara unit pabrik NPK tersebar di tiga kota (Bontang, Semarang, dan Surabaya),
termasuk juga produksi pupuk organik (dinamakan zeorganik) yang tersebar di
lima daerah (Demak, Banyuwangi, Parepare, Bandung, dan Lombok Timur). Produk-produk yang dihasilkan Pupuk Kaltim adalah UREA, amoniak, NPK
Pelangi, dan Zeorganik.
Dengan diselenggarakannya berbagai
kegiatan CSR pada PT Pupuk Kaltim,
diharapkan hubungan harmonis terjalin antara Perusahaan dengan masyarakat
sekitar Perusahaan serta keberadaan Pupuk Kaltim akan semakin memberikan
manfaat bagi masyarakat sekitar Perusahaan. Rangkaian prestasi dan kemajuan
Pupuk Kaltim selama 36 tahun berkarya tentunya tak luput dari dukungan semua stakeholder
Perusahaan. Oleh karena itu, Pupuk Kalim bertekad untuk dapat terus memberikan
nilai tambah bagi stakeholdernya dan memberikan yang terbaik bagi
masyarakat, bangsa dan negara.
Nokia Corporation adalah produsen peralatan telekomunikasi terbesar di dunia serta merupakan perusahaan terbesar di Finlandia.
Kantor pusatnya berada di kota Espoo, Finlandia, dan
perusahaan ini paling dikenal lewat produk-produk telepon genggamnya. Nokia memproduksi telepon genggam untuk seluruh pasar
dan protokol utama, termasuk GSM, CDMA, dan W-CDMA (UMTS). Nokia Mobile Phone Indonesia,
telah memulai program pengembangan masyarakat yang terfokus pada
lingkungan dan pendidikan anak-anak perihal konservasi alam.
B.
Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia, dalam hal ini
khususnya menteri ESDM, melakukan renegosiasi ulang terhadap PT Freeport Indonesia. Karena
begitu banyak Sumber Daya Alam yang ada di Papua , tetapi masyarakat Papua
khususnya dan Negara Indonesia tidak menikmati hasil dari
kekayaan alam yang ada di Papua. Justru Amerika lah yang mendapat untung dari
kekayaan alam yang ada di Papua.
Apabila tidak dapat di negosiasi ulang dan hak para
pekerja tidak terpenuhi, lebih baik pemerintah menasionalisasi PT Freeport Indonesia supaya masyarakat Papua
khususnya dan Indonesia dapat menikmati Sumber Daya Alam yang ada di
bumi Indonesia.
Dalam setiap aktivitasnya, Pupuk Kaltim harusnya sangat menekankan pentingnya
menjalankan sebuah industri yang ramah lingkungan dan dapat memberi nilai
tambah bagi masyarakat disekitarnya.
Dalam penerapan CSR pada Nokia Mobile Phone Indonesia
sebaiknya tidak terfokus pada lingkungan dan pendidikan saja. Tetapi, ada
bidang-bidang CSR lainnya seperti kesehatan dan ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar